Selasa, 30 Juli 2013

(259) Kisah Arahat Ekudana

Dhammapada 

  • BAB XIX. DHAMMATTHA VAGGA - Orang Adil

    (259)Seseorang bukan `pendukung Dhamma` hanya karena ia banyak bicara.Namun seseorang yang walaupun hanya belajar sedikit tetapi batinnya melihat Dhamma dan tidak melalaikannya, maka sesungguhnya ia adalah seorang `pendukung Dhamma`


    Dhammapada Atthakatha :  

    (259) Kisah Arahat Ekudana

    Bhikkhu dalam cerita ini hidup di sebuah hutan kecil di dekat Savatthi. Ia dikenal dengan nama Ekudana, sebab ia hanya hafal satu bait saja dari Kitab Udana. Tetapi Thera tersebut mengerti sepenuhnya makna Dhamma yang terkandung dalam bait tersebut. Pada setiap hari uposatha, dia mendesak orang lain untuk mendengarkan Dhamma, dan dia sendiri akan mengucapkan satu-satunya syair yang dihafalnya itu. Setiap kali ia selesai mengucapkan bait itu, para dewa dalam hutan itu memujinya dan menyambutnya dengan tepuk tangan yang meriah.

    Pada suatu hari uposatha, dua thera yang terpelajar, yang benar-benar menguasai semua pelajaran Dhamma, diiringi oleh lima ratus bhikkhu datang ke tempat itu. Ekudana meminta kedua thera tersebut untuk memberikan khotbah Dhamma. Mereka bertanya apakah banyak yang ingin mendengarkan Dhamma di tempat yang terpencil itu. Ekudana membenarkan dan juga menceritakan kepada mereka bahwa bahkan para dewa dalam hutan itu biasanya datang, dan mereka selalu memuji dan bertepuk tangan pada akhir khotbah.

    Maka, kedua thera terpelajar itu bergiliran memberikan khotbah Dhamma, tetapi ketika khotbah mereka berakhir, tidak ada tepuk tangan dari para dewa dalam hutan itu. Kedua thera tersebut menjadi bingung dan bahkan meragukan kata-kata Ekudana. Tetapi Ekudana bersikeras bahwa para dewa biasanya datang dan selalu bertepuk tangan pada akhir setiap khotbah.

    Kedua thera itu kemudian mendesak Ekudana untuk berkhotbah. Ekudana memegang kipas dihadapannya dan mengucapkan bait yang biasa diucapkannya. Setelah selesai mengucapkan bait itu, para dewa bertepuk tangan seperti biasa. Para bhikku yang mengiringi kedua thera terpelajar itu menuduh bahwa para dewa yang berdiam dalam hutan itu sangat berat sebelah.

    Mereka melaporkan masalah itu kepada Sang Buddha pada kunjungannya di Vihara Jetavana. Kepada mereka, Sang Buddha berkata "Para bhikkhu! Aku tidak mengatakan bahwa seorang bhikkhu yang telah belajar banyak dan berbicara banyak tentang Dhamma adalah seseorang yang mengetahui Dhamma (Dhammadhara). Seseorang yang belajar sangat sedikit dan hanya mengetahui satu bait dari Dhamma, tetapi memahami sepenuhnya Empat Kesunyataan Mulia dan selalu sadar, adalah orang yang sesungguhnya mengetahui Dhamma.”

    Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut :

    "Na tāvatā dhammadharo yāvatā bahu bhāsati,
    yo ca appam pi sutvāna dhammaṃ kāyena passati
    sa ve dhammadharo hoti yo dhammaṃ na-ppamajjati."

    Seseorang bukan `pendukung Dhamma` hanya karena ia banyak bicara.
    Namun seseorang yang walaupun hanya belajar sedikit
    tetapi batinnya melihat Dhamma dan tidak melalaikannya,
    maka sesungguhnya ia adalah seorang `pendukung Dhamma`

Tidak ada komentar:

Posting Komentar