BAB X. DANDA VAGGA – Hukuman
(133)Jangan berbicara kasar kepada siapapun,karena mereka yang mendapat perlakuan demikian,akan membalas dengan cara yang sama.Sungguh menyakitkan ucapan kasar itu, yang pada gilirannya akan melukaimu.
(134)Apabila engkau berdiam diri bagaikan sebuah gong pecah,berarti engkau telah mencapai nibbana,sebab keinginan membalas dendam tak terdapat lagi dalam dirimu.
Dhammapada Atthakatha :
(133 – 134) Kisah Kondadhana Thera
Sejak Kondadhana Thera diterima dalam pasamuan Sangha, ada bayangan wanita yang selalu mengikuti beliau. Bayangan ini hanya dapat dilihat oleh orang lain, sedangkan Kondadhana Thera sendiri tidak melihatnya.
Ketika beliau berpindapatta, orang-orang memberikan dua sendok makanan kepada beliau, dengan mengatakan, "Ini untuk Bhante, dan yang ini untuk wanita yang mengikuti Bhante."
Melihat seorang bhikkhu bepergian dengan seorang wanita, para penduduk menghadap kepada Raja Pasenadi dari Kosala dan melaporkan perihal bhikkhu dengan wanita tersebut, "O, Raja, usir saja bhikkhu itu dari kerajaanmu karena beliau tidak memiliki moral." Raja segera pergi ke vihara tempat bhikkhu itu berdiam dan para pengawalnya mengepung vihara tersebut.
Mendengar suara ribut, bhikkhu itu keluar dan berdiri di depan pintu, dan bayangan wanita itu berada tidak jauh dari bhikkhu tersebut. Mengetahui raja yang datang, bhikkhu tersebut masuk dan menunggu di dalam. Raja masuk ke dalam ruangan, dan bayangan wanita itu tidak terdapat dalam tempat itu.
Kemudian Raja bertanya kepada bhikkhu itu, di mana wanita tersebut berada, bhikkhu itu menjawab bahwa ia tidak melihat wanita.
Raja menginginkan kepastian, ia menyuruh bhikkhu tersebut keluar ruangan. Kemudian bhikkhu tersebut keluar ruangan, dan ketika raja melihat keluar tertampak bayangan wanita di dekat bhikkhu itu.
Akan tetapi ketika bhikkhu memasuki ruangan kembali, bayangan tersebut tidak diketemukan. Raja kemudian mengatakan bahwa wanita itu tidak benar-benar ada, dan bhikkhu tersebut tidak bersalah. Raja mengundang bhikkhu itu untuk datang ke istana, dan menerima dana makanan setiap hari.
Ketika bhikkhu lain mendengar hal itu, mereka bingung, dan mereka berkata kepada Kondadhana Thera: "O, bhikkhu yang tidak bermoral! Sekarang, raja bukannya mengusirmu keluar dari kerajaan, malah telah mengundangmu menerima dana makanan, mampus kamu !"
Kondadhana Thera berkata dengan pedas: "Sebenarnya kalianlah yang tidak bermoral, sebenarnya kalianlah yang sial, kalianlah yang bersama wanita!"
Para bhikkhu kemudian menceritakan masalah ini kepada Sang Buddha.
Sang Buddha memanggil Kondadhana Thera dan bertanya, "Anakku, apakah engkau melihat wanita bersama dengan para bhikkhu sehingga engkau berbicara begitu kepada mereka? Engkau tidak melihat seorang wanita ada bersama mereka, seperti mereka melihat wanita ada bersama kamu. Engkau tidak menyadari masalah ini adalah sebagai akibat perbuatan jahatmu dalam kehidupan yang lampau. Sekarang dengarlah, Saya akan menjelaskan kepadamu mengapa ada bayangan wanita yang mengikuti dirimu. Engkau adalah dewi dalam kehidupan lampaumu. Pada waktu itu ada dua orang bhikkhu yang sangat akrab. Engkau berusaha membuat masalah di antara mereka berdua, engkau menyamar sebagai seorang wanita yang mengikuti salah seorang bhikkhu itu*. Atas perbuatanmu itu, engkau sekarang diikuti oleh bayangan wanita. Jadi, selanjutnya engkau jangan berdebat dengan bhikkhu lain atas permasalahan itu. Diamlah seperti gong yang pecah, dan engkau akan merealisasi nibbana."
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut ini:
"Mā voca pharusaṃ kañci vuttā paṭivadeyyu taṃ,
dukkhā hi sārambhakathā paṭidaṇḍā phuseyyu taṃ.
Sace neresi attānaṃ kaṃso upahato yathā
esa patto si nibbānaṃ sārambho te na vijjati."
Jangan berbicara kasar kepada siapapun,
karena mereka yang mendapat perlakuan demikian,
akan membalas dengan cara yang sama.
Sungguh menyakitkan ucapan kasar itu, yang pada gilirannya akan melukaimu.
Apabila engkau berdiam diri bagaikan sebuah gong pecah,
berarti engkau telah mencapai nibbana, sebab keinginan membalas dendam tak terdapat lagi dalam dirimu.
--------
Notes :
Kejadiannya, dewi itu melihat dua bhikkhu yang bersahabat karib, dan timbullah niat usil untuk memisahkan mereka. Ketika bhikkhu A ingin buang air kecil, dewi itu segera mengikuti ke semak-semak, dan ketika bhikkhu A keluar dari semak-semak, ia mengikutinya dari belakang sambil berpura-pura membenahi rambut dan bajunya. Bhikkhu A tidak melihatnya, tetapi bhikkhu B yang menunggu, menoleh ketika bhikkhu A keluar dan melihat dewi itu. Kemudian bhikkhu B memarahi bhikkhu A, ‘kamu telah melanggar sila’. Bhikkhu A tentu saja tidak merasa melanggar sila, dan bhikkhu B juga berkeras karena ia telah melihat dengan mata kepalanya sendiri ada wanita keluar dari belakang bhikkhu A sambil membenahi baju dan rambut. Mereka berselisih, hingga akhirnya si dewi ini menampakkan diri kepada mereka berdua dan mengaku dia hanya iseng. Tetapi perpecahan itu telah terjadi, dan walaupun mereka akhirnya berbaikan kembali, persahabatan itu tidak seperti dulu lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar