BAB IV. PUPPHA VAGGA – Bunga
(56)Tidaklah seberapa harumnya bunga tagara dan kayu cendana;tetapi harumnya mereka yang menjalankan sila, menyebar sampai ke surga.
Dhammapada Atthakatha :
(56) Kisah Mahakassapa Thera
Setelah mencapai Nirodhasamapatti (pencerapan batin mendalam), Mahakassapa Thera memasuki daerah miskin di kota Rajagaha untuk berpindapatta. Beliau bermaksud untuk memberikan kesempatan bagi orang-orang miskin tersebut untuk memperoleh jasa baik sebagai hasil berdana kepada seseorang yang baru saja mencapai Nirodhasamapatti.
Sakka, raja para dewa, yang berharap mendapat kesempatan untuk berdana kepada Mahakassapa Thera, menyamar sebagai penenun tua dan miskin, datang ke Rajagaha dengan istrinya Sujata yang menyamar sebagai wanita tua.
Mahakassapa Thera berdiri di depan pintu rumah mereka. Penenun tua itu mengambil mangkuk dari Mahakassapa Thera dan mengisi mangkuk tersebut penuh dengan nasi dan kari, dan harumnya kari tersebut menyebar ke seluruh kota. Terpikir oleh sang thera bahwa orang tersebut pasti bukan manusia biasa, dan menyadari orang tersebut pastilah dewa Sakka. Sakka mengakui siapa dia sebenarnya dan menyatakan bahwa dia juga miskin, sebab dia tidak mempunyai kesempatan untuk mendanakan sesuatu kepada seseorang selama masa kehidupan para Buddha. Setelah mengatakan hal tersebut, Sakka dan istrinya meninggalkan Mahakassapa Thera; setelah memberikan penghormatan kepadanya.
Sang Buddha, dari vihara tempat Beliau tinggal, mengetahui bahwa Sakka dan Sujata telah pergi dan mengatakan kepada para bhikkhu tentang dana makanan dari Sakka kepada Mahakassapa Thera.
Para bhikkhu kagum bagaimana Sakka mengetahui bahwa Mahakassapa Thera baru mencapai Nirodhasamapatti, dan tahu itu merupakan waktu yang sangat tepat dan bermanfaat baginya untuk berdana kepada Sang Thera. Pertanyaan ini diajukan kepada Sang Buddha, dan Sang Buddha menjawab, "Para bhikkhu, kebajikan seseorang seperti putraKu, Mahakassapa Thera, menyebar luas dan jauh; bahkan mencapai alam dewa. Karena reputasi kebajikannya, Sakka sendiri telah datang untuk berdana makanan kepadanya."
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut:
"Appamatto ayaṃ gandho yāyaṃ tagaracandanī
yo ca sīlavataṃ gandho vāti devesu uttamo."
Tidaklah seberapa,
harumnya bunga tagara dan kayu cendana;
tetapi harumnya mereka yang menjalankan sila,
menyebar sampai ke surga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar