Kamis, 25 Juli 2013

(19-20) Kisah Dua Orang Sahabat

Dhammapada


BAB I. YAMAKA VAGGA – Syair Berpasangan

(19)Biarpun seseorang banyak membaca kitab suci,tetapi tidak berbuat sesuai ajaran,maka orang lengah itu, sama seperti gembala sapi yang menghitung sapi milik orang lain.Ia tak akan memperoleh, manfaat kehidupan suci.

(20)Biarpun seseorang sedikit membaca kitab suci,tetapi berbuat sesuai dengan ajaran, menyingkirkan nafsu indria, kebencian dan ketidaktahuan, memiliki pengetahuan benar, dan batin yang bebas dari nafsu, tidak melekat pada apapun,baik di sini maupun di sana; maka ia akan memperoleh, manfaat kehidupan suci.
  • Dhammapada Atthakatha : 

    (19-20) Kisah Dua Orang Sahabat

    Suatu ketika, terdapat dua orang sahabat yang berasal dari keluarga terpelajar, dua bhikkhu dari Savatthi. Salah satu dari mereka mempelajari Dhamma yang pernah dikhotbahkan oleh Sang Buddha, dan sangat akhli/pandai dalam menguraikan dan mengkhotbahkan Dhamma tersebut. Dia mengajar lima ratus bhikkhu dan menjadi pembimbing bagi delapan belas group dari para bhikkhu tersebut.

    Bhikkhu lainnya berusaha keras, tekun, dan sangat rajin dalam meditasi, sehingga ia mencapai tingkat kesucian arahat dengan memiliki pandangan terang analitis.

    Pada suatu kesempatan, ketika bhikkhu kedua datang untuk memberi hormat kepada Sang Buddha di Vihara Jetavana, kedua bhikkhu tersebut bertemu. Bhikkhu akhli Dhamma tidak mengetahui bahwa bhikkhu sahabatnya telah menjadi seorang arahat. Dia memandang rendah bhikkhu kedua itu, dia berpikir bahwa bhikkhu tua ini hanya mengetahui sedikit Dhamma. Maka dia berpikir akan mengajukan pertanyaan kepada sahabatnya, sehingga membuatnya malu.

    Sang Buddha mengetahui tentang maksud tidak baik itu, dan juga mengetahui bahwa jika bhikkhu pertama dengan sengaja mempersulit seseorang yang telah mencapai kesucian Arahat seperti bhikkhu kedua itu, maka bhikkhu pertama akan terlahir kembali di alam kehidupan yang lebih rendah.

    Dengan dilandasi kasih sayang, Sang Buddha mengunjungi kedua bhikkhu tersebut untuk mencegah sang terpelajar bertanya kepada bhikkhu sahabatnya. Sang Buddha sendiri bertanya perihal "Penunggalan Kesadaran" (jhana) dan "Jalan Kesucian" (magga) kepada guru Dhamma; tetapi dia tidak dapat menjawab, karena dia tidak mempraktekkan apa yang telah diajarkan.

    Bhikkhu sahabatnya telah mempraktekkan Dhamma, dan telah mencapai tingkat kesucian arahat, dapat menjawab semua pertanyaan. Sang Buddha memuji bhikkhu yang telah mempraktekkan Dhamma (vipassaka), tetapi tidak satu kata pujianpun yang diucapkan Beliau untuk orang yang terpelajar (ganthika).

    Murid-murid yang berada di tempat itu tidak mengerti, mengapa Sang Buddha memuji bhikkhu tua dan tidak memuji kepada guru yang telah mengajari mereka. Karena itu, Sang Buddha menjelaskan permasalahannya kepada mereka.

    Pelajar yang banyak belajar, tetapi tidak mempraktekkannya sesuai Dhamma adalah seperti penggembala sapi, yang menjaga sapi-sapi untuk memperoleh upah. Sedangkan seseorang yang mempraktekkan sesuai Dhamma adalah seperti pemilik yang menikmati lima manfaat dari hasil pemeliharaan sapi-sapi tersebut. Jadi bhikkhu yang terpelajar hanya menikmati pelayanan yang diberikan oleh murid-muridnya, bukan manfaat dari "Jalan" dan "Hasil Kesucian" (magga-phala).

    Bhikkhu kedua, walaupun dia mengetahui sedikit, dan hanya bisa sedikit dalam menguraikan Dhamma, telah memahami dengan jelas inti dari Dhamma dan telah mempraktekkannya dengan tekun dan penuh semangat; adalah seseorang yang berkelakuan sesuai Dhamma (anudhammacari). Yang telah menghancurkan nafsu indria, kebencian, dan ketidak-tahuan, pikirannya telah bebas dari kekotoran batin, dan dari semua ikatan terhadap dunia ini, maupun pada yang selanjutnya, ia benar-benar memperoleh manfaat dari "Jalan" dan "Hasil Kesucian" (magga-phala).

    Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut ini:

    "Bahum pi ce sahitaṃ bhāsamāno
    na takkaro hoti naro pamatto
    gopo va gāvo gaṇayaṃ paresaṃ
    na bhāgavā sāmaññassa hoti.

    Appampi ce sahitaṃ bhāsamāno
    dhammassa hoti anudhammacārī
    rāgañ ca dosañ ca pahāya mohaṃ
    sammappajāno suvimuttacitto
    anupādiyāno idha vā huraṃ vā
    sa bhāgavā sāmaññassa hoti."

    Biarpun seseorang banyak membaca kitab suci,
    tetapi tidak berbuat sesuai ajaran, maka orang lengah itu,
    sama seperti gembala sapi yang menghitung sapi milik orang lain.
    Ia tak akan memperoleh manfaat kehidupan suci.

    Biarpun seseorang sedikit membaca kitab suci,
    tetapi berbuat sesuai dengan ajaran,
    menyingkirkan nafsu indria, kebencian dan ketidaktahuan,
    memiliki pengetahuan benar, dan batin yang bebas dari nafsu,
    tidak melekat pada apapun, baik di sini maupun di sana;
    maka ia akan memperoleh manfaat kehidupan suci.


    ---------------------------------

    Notes :
    Betul sekali, tetapi, semoga tidak ada yang menggunakan syair diatas untuk bela diri (atas kemalasannya belajar dhamma), atau untuk menyerang orang lain. Karena, bagaimanapun juga lebih baik membaca kitab suci walau tidak praktek dibanding tidak baca sama sekali PLUS tidak praktek apa-apa juga. Belajar dan membaca kitab suci adalah langkah pertama, setelah dipelajari, maka kemudian harus dipraktekkan. Perjalanan yang jauh tetap harus dimulai dari langkah pertama.
    Jika ada yang hanya bisa membaca kitab suci saja tetapi masih belum mampu mempraktekkan, mari kita doakan semoga di kehidupan selanjutnya ia memiliki kemampuan untuk meneruskan langkah pertama itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar